Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Presiden Panggil PPATK

Sumber: www.kompas.com

Presiden Prabowo Subianto akhirnya memanggil langsung Kepala PPATK ke Istana, bukan sekadar ngobrol santai, tapi membahas masalah serius yang bikin jutaan rakyat geleng-geleng kepala tentang kebijakan pemblokiran massal lebih dari 31 juta rekening bank milik warga negaranya sendiri.

Langkah ini jadi titik balik. Tapi pertanyaan besarnya bukan soal “kenapa Presiden memanggil”, melainkan kenapa negara bisa gegabah sampai perlu Presiden turun tangan?

PPATK berdalih mereka ingin menjaga sistem keuangan dari penyalahgunaan, mereka bilang ini soal pencucian uang, rekening bodong, judi online. Dan oke kita semua sepakat tentang sistem keuangan memang perlu dibersihkan dari aktivitas haram, tapi caranya?

Membekukan rekening secara massal dan diam-diam, tanpa notifikasi, tanpa edukasi sebelumnya?

Apa negara lupa bahwa yang mereka blokir itu bukan cuma angka, tapi rekening milik rakyat? Milik ibu rumah tangga yang nabung sedikit-sedikit, milik anak kos yang cuma pakai rekening itu buat terima kiriman. Milik buruh, nelayan, mahasiswa, orang tua yang nggak pernah baca aturan PPATK di situs resminya.

Dan parahnya, mereka tidak tahu kalau mereka "bermasalah"… sampai suatu hari saldo tak bisa ditarik.

Pola komunikasi negara makin ke sini makin menunjukkan satu hal yang mengkhawatirkan yakni negara bergerak seperti algoritma, tapi lupa manusia di balik data itu punya emosi.

Rekening diblokir karena “tidak aktif 3–12 bulan.” Tapi dari mana publik tahu bahwa 3 bulan tanpa transaksi adalah tanda bahaya? Kapan negara pernah menyosialisasikan hal ini lewat media besar? Apa pernah masuk ke kampus, ke RT-RW, ke komunitas pesantren, ke wilayah yang selama ini jauh dari edukasi keuangan digital?

Ini bukan cuma soal teknis keuangan, ini soal gagalnya negara menjaga komunikasi antara kebijakan, aturan dan manusia. Negara bergerak seperti mesin besar yang tidak peduli siapa yang tertabrak selama jalurnya "bersih".

Dan ketika kegaduhan meledak, baru kepala PPATK dipanggil ke Istana. Sayangnya, itu seperti membetulkan kran air setelah rumah sudah terendam.

Kita tidak sedang membantah niat negara, pencegahan penyalahgunaan rekening? Sangat penting. Pembersihan rekening bodong? Setuju. Tapi ada satu hal mendasar yang dilupakan oleh birokrasi kita, prosedur tidak boleh lebih penting dari manusia.

Kita bukan hidup di sistem militer, kita hidup di negara demokrasi, negara yang harusnya melindungi, bukan menghukum tanpa peringatan. Harusnya mendidik dulu, baru menertibkan. Dan harusnya, kalau pun mau melakukan tindakan keras seperti blokir massal, pastikan rakyat tahu duluan.

PPATK berdalih mereka kasih jalur banding, ada formulir, bisa dibuka kembali. Tapi coba tanya, berapa banyak warga yang tahu soal itu? Dan kalaupun tahu, berapa yang bisa isi formulir online dalam kondisi panik? Bahkan bank pun banyak yang bingung menjawab pertanyaan nasabah.

Kebijakan ini memperlihatkan bahwa kita masih punya aturan negara yang terlalu fokus pada pendekatan teknokratis, tapi miskin pendekatan sosial. Negara jadi seperti guru killer yang tiba-tiba ujian dadakan tanpa pernah mengajar.

Dan rakyat? Lagi-lagi jadi tumbal, disuruh patuh pada aturan yang bahkan tidak mereka pahami.

Yang harus dikritik bukan niatnya, tapi mindset dan cara kerja pemerintah dalam menata dunia digital. Dunia yang serba cepat ini tidak bisa ditangani dengan logika lama, diam-diam bikin aturan → eksekusi massal → klarifikasi belakangan. Bukan begitu cara negara sehat bekerja.

Presiden akhirnya turun tangan. Itu baik. Tapi kita tidak bisa terus-menerus menunggu Presiden untuk membereskan semua blunder komunikasi. Ada PR besar yang tidak boleh ditunda, menata ulang cara pemerintah menyentuh rakyat.

Karena kalau terus seperti ini, negara bisa makin asing di mata warganya. Birokrasi dianggap sebagai musuh, sistem digital dilihat sebagai jebakan, dan celakanya, kepercayaan publik makin tipis. Padahal di era digital ini, kepercayaan adalah aset paling mahal dalam tata kelola negara.

Pemanggilan PPATK oleh Presiden adalah sinyal bahwa pemerintah sadar mereka sudah kelewat batas. Tapi ini baru awal. Kita butuh perubahan mendasar dalam cara negara berkomunikasi dengan publik.

Kalau tidak, hari ini rekeningmu diblokir tanpa peringatan. Besok, siapa tahu… data digitalmu dikunci dengan alasan lain. Lalu kamu disuruh protes lewat jalur online yang tidak semua orang pahami.

Dan saat kamu bertanya: “Kenapa negara tidak memberitahuku lebih dulu?”
Jawabannya tidak ada  karena sistem merasa sudah benar.

Opini ini bukan untuk memperkeruh, tapi memperjelas. Karena yang kita butuhkan hari ini bukan negara yang lebih cepat menghukum, tapi negara yang lebih dulu menjelaskan.

#evans

yX Media - Monetize your website traffic with us