Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sukatani "Bayar Bayar Bayar", Saat Musik Menjadi Senjata Kritik Sosial

Di era digital, suara rakyat gak lagi terbatas di jalanan. Musik, terutama yang punya lirik tajam dan berani, bisa jadi alat perlawanan yang lebih kuat dari sekadar demo. Duo punk asal Purbalingga, Sukatani, sukses bikin geger dengan lagu "Bayar Bayar Bayar" yang secara terang-terangan mengkritik institusi kepolisian.

Lagu ini bukan cuma catchy, tapi juga penuh sindiran yang bikin banyak orang relate. Kritik soal korupsi, pungli, dan praktik suap yang kerap dikaitkan dengan aparat hukum disampaikan secara lugas dan berani. Gak heran kalau lagu ini langsung viral di media sosial, memicu berbagai reaksi dari publik.

Tapi, seperti yang udah bisa ditebak, kepopuleran lagu ini juga membawa konsekuensi besar. Bukannya cuma dianggap sebagai karya seni, "Bayar Bayar Bayar" malah menyeret Sukatani ke dalam konflik serius. Dari pemanggilan polisi, permintaan maaf yang diduga dipaksakan, hingga pemecatan vokalisnya dari pekerjaannya, kontroversi ini makin melebar dan menimbulkan perdebatan besar tentang kebebasan berekspresi di Indonesia.

Gak butuh waktu lama setelah lagu ini booming, pihak kepolisian langsung bereaksi. Sukatani dipanggil oleh unit siber dan akhirnya muncul dalam sebuah video permintaan maaf. Yang bikin publik semakin curiga, biasanya duo ini tampil dengan topeng khas mereka, tapi kali ini mereka membuka identitas asli mereka.

Dalam video itu, mereka meminta maaf dan menghimbau agar lagu "Bayar Bayar Bayar" dihapus dari internet. Tapi justru, aksi ini malah bikin netizen makin panas. Banyak yang menilai permintaan maaf ini dipaksakan dan dilakukan di bawah tekanan.

Alih-alih meredam situasi, video permintaan maaf ini justru jadi viral dan bikin publik semakin geram. Orang-orang mulai mempertanyakan,

kenapa kritik terhadap kepolisian langsung ditindak begitu cepat, sementara berbagai kasus korupsi justru banyak yang berlarut-larut tanpa kejelasan?

Dampak Serius Vokalis Sukatani Kehilangan Pekerjaan

Tekanan terhadap Sukatani gak cuma datang dari aparat. Novi "Twister Angel" Citra Indriyati, vokalis sekaligus guru di sebuah sekolah dasar Islam, harus menerima kenyataan pahit: dipecat dari pekerjaannya.

Alasannya? Karena lagunya dianggap terlalu kontroversial.

Keputusan ini memicu gelombang protes besar di media sosial. Tagar #KamiBersamaSukatani langsung trending, menandakan bahwa publik gak tinggal diam melihat ketidakadilan ini terjadi. Amnesty International dan berbagai aktivis HAM juga ikut bersuara, mengecam tindakan yang dianggap sebagai pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

Banyak yang merasa bahwa pemecatan ini bukan sekadar masalah personal, tapi juga bentuk peringatan bagi siapa saja yang berani bersuara lantang melawan ketidakadilan.

Di tengah kontroversi yang makin panas, pihak kepolisian akhirnya memberikan pernyataan resmi. Mereka membantah adanya intimidasi dan menyatakan bahwa investigasi internal sedang dilakukan.

Tapi, publik keburu kehilangan kepercayaan. Banyak yang menganggap kasus ini sebagai bukti bahwa kebebasan berbicara di Indonesia masih sangat terbatas. Apalagi, ini terjadi di era pemerintahan Prabowo Subianto, yang dikenal punya hubungan erat dengan institusi keamanan.

Namun, ada satu hal yang gak bisa dibantah: "Bayar Bayar Bayar" kini telah menjadi simbol perlawanan. Lagu ini semakin sering diputar dalam aksi mahasiswa, menjadi anthem bagi mereka yang menuntut keadilan dan transparansi dari pemerintah.

Kasus Sukatani jadi pengingat penting bahwa musik lebih dari sekadar hiburan. Musik bisa menjadi senjata, menjadi suara rakyat, dan bahkan menjadi ancaman bagi mereka yang gak ingin kebobrokannya terbongkar.

Meskipun mereka terpaksa meminta maaf, pesan yang mereka sampaikan udah terlanjur menyebar luas. Sejarah membuktikan, semakin ditekan, semakin besar gelombang perlawanan.

Lalu, apakah ini akhir dari perjalanan Sukatani? Atau justru awal dari gerakan yang lebih besar?

Waktu yang akan menjawab.

yX Media - Monetize your website traffic with us