Naturalisasi Dean James, Senjata Baru atau Jalan Pintas Timnas Indonesia?
Timnas Indonesia kembali jadi sorotan, kali ini dari media Belanda, Voetbal Primeur. Mereka mengklaim bahwa Dean James hampir pasti masuk skuad Garuda setelah proses naturalisasinya selesai. Bukan cuma dia, PSSI juga tengah menyiapkan Joey Pelupessy dan beberapa nama lain untuk memperkuat tim menghadapi Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Tentu, kabar ini memunculkan harapan besar di kalangan pecinta sepak bola tanah air. Bagaimana tidak? Indonesia butuh pemain berkualitas yang bisa bersaing di level Asia. Tapi, di balik euforia ini, ada pertanyaan besar: Apakah naturalisasi ini benar-benar solusi jangka panjang atau hanya jalan pintas demi hasil instan?
Naturalisasi: Strategi atau Kebiasaan?
Bukan rahasia lagi, naturalisasi bukan hal baru di sepak bola Indonesia. Sejumlah pemain keturunan seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama telah lebih dulu masuk skuad Garuda. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, naturalisasi mulai dianggap sebagai cara cepat untuk meningkatkan kualitas tim.
Di satu sisi, langkah ini memang bisa mengangkat performa tim secara instan. Pemain-pemain yang dibidik umumnya sudah terbiasa bermain di liga dengan level lebih tinggi, punya pengalaman, dan bisa membawa mentalitas kemenangan. Dean James, misalnya, adalah pemain muda yang berkembang di Eropa dan bisa memberikan warna baru di lini belakang Timnas.
Namun, masalahnya, seberapa jauh kita akan bergantung pada pemain naturalisasi? Jika hanya mengandalkan mereka tanpa membangun kekuatan dari dalam, Indonesia bisa saja masuk ke lingkaran setan: selalu mencari pemain luar setiap kali butuh peningkatan kualitas, tanpa benar-benar memperkuat sistem pembinaan pemain lokal.
Kalau kita melihat negara-negara yang sukses di sepak bola, mereka tidak mengandalkan naturalisasi sebagai jalan utama. Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Vietnam fokus pada pengembangan pemain sejak usia dini. Mereka punya sistem liga yang terstruktur, akademi yang berjalan baik, dan investasi besar di sepak bola usia muda.
Indonesia harusnya belajar dari sana. Naturalisasi boleh dilakukan, tapi jangan sampai menutupi masalah mendasar: pembinaan yang masih jauh dari kata ideal. Jika kita ingin Timnas benar-benar kompetitif di level Asia, bahkan dunia, maka fokus harus tetap pada pembinaan jangka panjang, bukan sekadar merekrut pemain yang sudah jadi dari luar.
Dengan tambahan pemain seperti Dean James, Indonesia tentu punya potensi lebih besar untuk bersaing di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Tapi, harapan ini hanya akan menjadi ilusi jika PSSI tidak mulai membangun sistem sepak bola yang lebih kuat.
Jadi, naturalisasi ini senjata baru atau hanya jalan pintas? Jawabannya ada di tangan PSSI dan bagaimana mereka menjalankan strategi ini ke depan. Jika digunakan dengan bijak dan sejalan dengan pengembangan pemain lokal, ini bisa jadi langkah maju. Tapi kalau sekadar solusi cepat tanpa perbaikan fundamental, maka kita hanya mengulang pola lama—berharap instan, tapi tak pernah benar-benar berkembang.


